SELAMAT DATANG DI BLOG "ATPUSI" (ASOSIASI TENEGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH INDONESIA) KABUPATEN GORONTALO

Jumat, 10 Juni 2011

Yang Namanya Pendidikan Harus Bayar (Tulisan Ini dimuat diharian Radar (7/6/2011)

ATPUSI : Yang namanya pendidikan bentuknya pendidikan gratis tetap saja bayar membutuhkan biaya, sehingga saya kurang sepakat untuk mengatakan istilah pendidikan gratis tetapi penddikan yang bermutu dan terjangkau”
Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah (ATPUSI) Kabupaten Gorontalo Ruwaidah Aliyu mengatakan sangat tidak cerdas orang yang mengatakan ada pendidikan gratis, walaupun ada biaya pendidikan tersebut disubsidi pemerintah. Ungkap ruwaidah yang juga kepala sekolah SDN 2 Isimu Selatan
“Apapun bentuknya pendidikan gratis tetap saja bayar membutuhkan biaya, sehingga saya kurang sepakat untuk mengatakan istilah pendidikan gratis tetapi penddikan yang bermutu dan terjangkau “ jelas Ruwaida lagi.
Sehubungan dengan polemik pendidikan gratis yang ramai dibicarakan saat ini, Ruwaidah selaku pengelola pendidikan merasa terpanggil sekaligus memberikan contoh kongkrit sistim pengelolaan pendidikan di Kabupaten Gorontalo dengan program pendidikan yang bermutu dan terjangkau khususnya sekolah yang dipimpinnya., Agar tidak terkesan sebagai koprol dan obyektifnya penyampaian saya ini maka saya mengutip kembali tulisan wartawan senior Bapak Indrawan dalam majalah Nasional Teachers Guide (24 oktober 2010). yang mengungkapkan kekagumannya tentang pengelolaan pendidikan di Gorontalo Pak Indrawan berita sekolah dengan topik “Orang Tua Terlibat Hasilnya Bagus Sekali” sehubungan dengan kunjungannya di salah satu SD di Kabupaten Gorontalo sebagaimana dalam situs http://teacherguideonline.blogspot.com/2010/10/orang-tua-terlibat-hasilnya-bagus-sekali.html.

Saat memasuki halaman sekolah SDN2 Isimu Selatan, rasa haru disambut ulur-ulur dan tarian adat oleh beberapa siswa pria berseragam sekolah. ”Sengaja kami latih mereka, karena anak-anak sudah banyak melupakan adat di Kecamatan Tibawa,” kata Abubakar Mootalu, tokoh adat setempat yang ketua forum kelas 6, didampingi Iskandar Ismail S.Ag, ketua Komite Sekolah yang juga orangtua murid.

Bukan hanya sebatas upaya penghargaan budaya setempat. Pihak orangtua melalui komite sekolah juga berbuat banyak, termasuk dalam hal fisik seperti mengecat sekolah, merehab perpustakaan, membuat meja baca, menghias taman, membuat bangunan tempat baca di taman, serta terlibat dalam pendampingan di kelas. Mereka rela bekerja, karena memahami dana pengecatan sudah digunakan untuk membeli buku dan CD pembelajaran. Sebuah transparansi pengelolaan sekolah yang berakibat tergeraknya orang tua untuk mendukung peningkatan dan kemajuan sekolah.

Dulunya sekolah ini kurang diminati masyarakat sekitar. Bagi sekolah sederhana yang berlokasi di pinggiran sawah dan jauh dari ramai kota, dukungan masyarakat berbagai pihak adalah segalanya. Adalah kejelian sang kepala sekolah, untuk menjalin networking dan menggali dukungan berbagai pihak.

Menurut kepala sekolah Ruwaidah Aliyu S.Pd., seluruh siswa, orangtua murid, dan para guru, kelihatan sangat antusias mendandani sekolah agar makin nyaman dan menyenangkan bagi proses belajar mengajar di sana. Ada meja baca di depan kelas, dengan buku-buku pinjaman dari Perpustakaan Daerah Gorontalo, yang selalu diperbaharui.
Karena keterbatasan dana, satu CPU komputer melayani 4 monitor, di mana keempat siswa bisa membuka program atau game edukatif. “Ini membiasakan literasi teknologi informasi pada mereka, sekaligus sebagai ‘rival’ dari rental komputer yang menyediakan game-game yang tidak edukatif bagi anak. Anak-anak gemar ke sini, bahkan buka sampai selepas jam belajar,” jelasnya.
Benar, sebagai sekolah binaan MGP-BE, SDN 2 Isimu Selatan telah berhasil menumbuhkan semangat pembelajaran yang maksimal, bahkan memanfaatkan IT.
Sekolah menjadi ramah pada anak, memanusiakan anak, serta kaya dengan keterikatan budaya setempat. Pembelajaran PAKEM mengubah mereka menjadi menghargai alam lingkungan dan budaya sendiri. Semua stakeholder sekolah tampak bersatu memberikan yang terbaik pada anak, meski pun kondisi keuangan sekolah terbatas.
Inilah potret perubahan yang amat nyata, dan patut kita renungkan bersama. Hendaknya ini dapat menjadi model bagi sekolah-sekolah rakyat di Indonesia, yang kerap berjuang dengan kesendiriannya, yang sepi, mengayuh kemajuan tanpa gandeng tangan, dan nyaris putus asa.TG
Berikut ini email yang saya terima bulan November 2010.
“Terima kasih Ibu Ruwaidah Aliyu, atas kesempatan saya dapat berkunjung melihat dan meliput suasana pembelajaran yang hidup di sekolah yang Ibu pimpin, sebagaimana termuat dalam laporan ini.
Seyogyanya sekolah bermutu karena prosesnya yang bermutu, bukan lantaran infrastruktur atau kelengkapan sarana.
Potret sekolah SD Isimu Selatan yang sederhana, namun hidup dan penuh dengan kreatifitas belajar, seyogyanya dapat menjadi contoh bagi banyak sekolah lain di berbagai pelosok Indonesia “ Salam pendidikan! (Indrawan Miga)
Jadi sekali lagi ini bukan koprol tapi saya ingin hanya membagi informasi seperti apa yang terjadi di Kabupaten Gorontalo saat ini yang menjadi rujukan Bank Dunia bagi 50 Kab/Kota untuk beguru di Kab. Gorontalo. Dan apa yang kami buat di SDN 2 Isimu Selatan belum apa-apanya jika dibandingkan dengan sekolah lain tapi kami membangun Praktek Baik penyelenggaraan pendidikan dengan kebersamaan meraih pendidikan yang bekualitas.